Peranan, Fungsi, dan Manfaat Belerang dalam Pertumbuhan Tanaman
|Pada umumnya belerang dibutuhkan tanaman dalam pembentukan asam-asam amino sistin, sistein dan metionin. Disamping itu, unsur S juga merupakan bagian dari biotin, tiamin, ko-enzim A dan glutationin (Marschner, 1995). Diperkirakan 90% S dalam tanaman ditemukan dalam bentuk asam amino, yang salah satu fungsi utamanya adalah penyusun protein yaitu dalam pembentukan ikatan disulfida antara rantai-rantai peptida (Tisdale et al. 1990). Belerang merupakan bagian (constituent) dari hasil metabolisme senyawa-senyawa kompleks. Belerang juga berfungsi sebagai aktivator, kofaktor atau regulator enzim dan berperan dalam proses fisiologi tanaman. Selain fungsi yang dikemukakan di atas, peranan S dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman sangat banyak dan penting, diantaranya:
- merupakan bagian penting dari ferodoksin, suatu komplex Fe dan S yang terdapat dalam kloroplas dan terlibat dalam reaksi oksidoreduksi dengan transfer elektron serta dalam reduksi nitrat dalam proses fotosintesis,
- S terdapat dalam senyawa-senyawa yang mudah menguap yang menyebabkan adanya rasa dan bau pada rumput-rumputan dan bawang-bawangan
Belerang dikaitkan pula dengan pembentukan klorofil yang erat hubungannya dengan proses fotosintesis dan ikut serta dalam beberapa reaksi metabolisme seperti karbohidrat, lemak dan protein. Belerang juga dapat merangsang pembentukan akar dan buah serta dapat mengurangi serangan penyakit.
Kebutuhan Belerang bagi Tanaman
Pada umumnya, belerang yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal tanaman bervariasi antara 0.1 sampai 0.5% dari bobot kering tanaman (Marschner, 1995). Spencer (1975) membagi 3 kelompok tanaman berdasarkan tingkat kebutuhan S, yaitu: (1) tanaman dengan tingkat kebutuhan S yang banyak (20-80 kg S/ha), (2) tanaman dengan tingkat kebutuhan S sedang (10-50 kg S/ha), dan (3) tanaman dengan kebutuhan S rendah (5-25 kg S/ha). Prasad dan Power (1997) menyatakan bahwa, tanaman serealia membutuhkan 3-4 kg S/t biji, 8 kg S/t biji pada tanaman legume dan 12 kg S pada tanaman yang menghasilkan minyak.

Berdasarkan familinya, kebutuhan S oleh tanaman: Gramineae, Legumineae, Cruciferae, yang dapat dilihat dari kandungan sulfat pada biji dari masing-masing kelompok tanaman tersebut adalah secara berturutturut (0.18-0.19%; 0.25-0.3% dan 1.1-1.7%) dari bobot kering tanaman. Menurut Yamaguchi (1999) jumlah S yang dibutuhkan oleh tanaman sama dengan jumlah fosfor (P). Kekahatan S menghambat sintesis protein dan hal inilah yang dapat menyebabkan terjadinya klorosis seperti tanaman kekurangan nitrogen. Kahat S lebih menekan pertumbuhan tunas dari pada pertumbuhan akar. Gejala kahat S lebih nampak pada daun muda dengan warna daun yang menguning sebagai mobilitasnya sangat rendah di dalam tanaman (Haneklaus dan Schnug, 1994). Penurunan kandungan klorofil secara drastis pada daun merupakan gejala khas pada tanaman yang mengalami kahat S (Marschner, 1995). Kahat S menyebabkan terhambatnya sintesis protein yang berkorelasi dengan akumulasi N dan nitrat organik terlarut. Menurut Stewart dan Partier (1969) apabila belerang dalam keadaan kurang akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas produksi hasil. Kekahatan belerang menghambat sintesis protein karena berkurangnya sintesis asam-asam amino yang mengandung (S). Hal ini mengakibatkan akumulasi asam-asam amino yang tidak mengandung S di dalam jaringan tanaman. Oleh karena itu jaringan tanaman yang kahat belerang, mempunyai nisbah N-organik/S-organik lebih tinggi (70/1- 60/1) dari pada tanaman normal. Nisbah ini dapat dipakai sebagai petunjuk suatu tanaman mendapat suplai belerang cukup atau tidak.
Tumbuhan tingkat tinggi memperoleh sulfr terutama dari penyerapan SO4-2. asimilasi sulfat dapat berlangsung di semua sel. Namun kebanyakan ditransport ke daun lebih dahulu, setelah di metabolisir baru dibagikan. Reaksi reduksi sulfur yaitu:
SO4–2 + ATP + 8 e + 8H+ —–> S-2 + 4H2O +AMP + PiP
Daftar Pustaka:
Salisbury, F.B and C.W. Ross. 1992. Plant Physiology. Jilid 3. Fouth Edition. Wadsworth Publishing Co. California. P 64-93.
Hasnunidah, Neni. 2007. Fisiologi Tumbuhan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Campbell, Reece dan Mitchel. 1994. Biologi Jilid 1 dan 3. Erlangga. Jakarta.
Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 2. Erlangga. Jakarta.