Selamatkan Bumi dengan Urban Farming
|Kondisi bumi yang kita huni makin hari makin panas ya? Kamu ngerasain seperti ini enggak sih? Atau cuma saya sendiri yang merasakan malapetaka ini?. Misalnya nih ketika saya berkunjung di tempat saudara saya yang di sekitaran daerah Terminal Kalideres (Jakarta Barat), biasanya pada waktu siang hari badan saya terasa gerah, rasa tidak nyaman (panas), keringat sering mengucur deras, sumpek, bahkan pengap. Tidak hanya itu, seringkali saya merasa dehidrasi, lebih cepat haus, dan tubuh mudah lelah.
Perubahan iklim yang tidak menentu semacam ini tentu saja tidak diharapkan semua orang, dan termasuk saya tentunya.
Bahkan, jujur saya sering mendengar pemberitaan di media-media tentang isu global warming yang tiap hari semakin mengkhawatirkan namun dari kita sendiri malah yang menjadi pemicu gejala global warming tersebut. Gejala global warming yang sering kita dengar seperti meningkatnya suhu bumi, kutub utara yang mencair, angin puting beliung, serta berbagai macam gejala alam yang tidak kita inginkan nyatanya sampai hari ini masih terus menghantui.

Berbagai macam solusi untuk penanganan global warming telah disebarluaskan melalui pengumuman-pengumuman, spanduk, baliho, pamflet, poster, podcast, televisi, siaran radio serta baik dari penggiat lingkungan hidup, WALHI, instansi pemerintah, dan stake holder lainnya yang berafiliasi pada kecintaan lingkungan. Akan tetapi, solusi tersebut banyak yang terpental jauh karena keegoisan manusia yang tidak terbendung. Keegoisan manusia untuk menggerus alam lebih jauh terutama di daerah perkotaan.
Daerah perkotaan merupakan aktor utama dari pemanasan global. Banyak dijumpai aktivitas manusia di daerah perkotaan yang memicu gejala global warming. Sebagai contohnya pencemaran udara dari emisi gas karbon dari asap kendaraan maupun pabrik, efek rumah kaca, penggunaan sampah plastik yang berlebihan, berkurangnya jumlah pepohonan akibat dibangunnya gedung pencakar langit, penggunaan air conditioner (AC) dan lemari es yang membabi buta dari tiap gedung tinggi di lingkungan kerja (perkantorannya). Dan masih banyak lagi tentunya aktivitas manusia yang dapat memicu pemanasan global. Bahkan, karena gaya hidup mewah di daerah perkotaan bisa jadi sebagai akar masalah terhadap rapuhnya bumi yang kita huni.
Semua ini tidak luput dari kodrat manusia sebagai homo economicus yang artinya manusia tidak pernah puas dengan apa yang mereka dapatkan. Bahkan mereka dapat dengan seenaknya mengambil apa yang ada di lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak etis atau tidak ramah lingkungan
Urban Farming Solusi Nyata Saat Ini
Urban farming merupakan aktivitas bercocok tanam di dalam atau di sekitar lingkungan rumah yang dilakukan oleh masyarakat urban di daerah perkotaan.

Dari definisi di atas, tentulah urban farming merupakan role model untuk menyelamatkan lingkungan dari keganasan global warming. Sebab dalam aksi nyatanya urban farming hanya bermodalkan barang bekas atau sampah yang dapat dipakai sebagai media tanam seperti misalnya botol plastik, ember bekas, wadah bekas detergen, dan lain sebagainya. Seperti diketahui plastik merupakan salah satu penyebab terjadinya global warming, karena dalam pembuatannya membutuh energi yang banyak serta limbahnya yang mampu merusak lingkungan. Selain itu, sampah plastik sifatnya pun sulit untuk diuraikan oleh mikroorganisme tanah seperti bakteri. Untuk 1 botol plastik setidaknya memerlukan waktu 450 tahun untuk bisa terurai (Sumber: sains.kompas.com)
Pada tahun 2016 jumlah botol plastik yang terjual di dunia sekitar 480 Milyar botol dan jika tidak dikurangi akan melonjak menjadi 583,3 milyar pada 2021 (Sumber: BBC).
Bisakah kamu membayangkan berapa waktu yang dibutuhkan untuk mengurai limbah sampah botol plastik sebanyak itu?
Lalu bagaimanakah keadaan bumi kita di masa yang akan datang?
Penggunaan plastik dalam jumlah besar dalam penerapan urban farming tentu saja akan turut membantu mengurangi dampak global warming. Selain itu, berikut ini manfaat dari urban farming diantaranya adalah:
#1. Mencukupi Ketersediaan Pangan
Dengan melakukan urban farming di sekitar rumah, tentu saja kita mampu menghasilkan bahan pangan sendiri. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 ini sebaiknya kita bisa menyediakan makanan secara kolektif supaya terhindar dari kelangkaan bahan pangan, serta meminimalisir untuk keluar rumah.

Ternyata pertanian kota mampu menjamin ketersediaan pangan lokal yang segar, terbebas pestisida jika dilakukan secara organik seperti tanaman hidroponik maupun vertikultur. Selain itu, bernilai gizi tinggi, sehingga mampu meningkatkn asupan umbi-umbian, sayuran dan buah serta dapat menghemat pengeluaran hingga 10-30 persen (biaya beli sayur dan buah-buahan). Sebab, bahan pangan tersebut bisa langsung dipetik dari kebun sendiri di sekitar rumah.
#2. Mengurangi Emisi Gas Karbon di Atmosfer Bumi
Tahukan kamu bahwa bahan makanan rata-rata menempuh jarak sangat panjang untuk sampai ke meja makanmu, mulai dari petani, pengepul, distributor, hingga retailer?. Dengan melakukan aksi urban farming tentu saja dapat mengurangi konsumsi bahan bakar kendaraan yang biasa dipakai untuk keperluan distribusi bahan pangan ke daerah-daerah.
Selain itu, dengan urban farming atau berkebun sayuran maka gas-gas karbon dari sisa asap rokok, asap pabrik, asap kendaraan akan mudah diserap oleh tumbuhan untuk keperluan fotosintesis sehingga produk samping berupa oksigen akan kita dapatkan dengan jauh lebih baik.
#3. Menciptakan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Dengan melakukan aksi urban farming di sekitar rumah, tentu saja akan memberikan dampak positif bagi kesehatan masyarakat, menjaga kestabilan keuangan keluarga, serta lingkungan ekosistem. Aksi urban farming juga membantu meningkatkan kesegaran udara kota dan meningkatkan kebersihan lingkungan dari bahan pencemar seperti limbah plastik.
Prinsip reuse dan recycle dalam urban farming ikut andil dalam memperindah perkotaan serta mengurangi dampak negatif dari sampah-sampah yang sulit terurai.
Dengan bantuan fotosintesis tanaman yang menghasilkan oksigen, maka tingkat kebersihan kota akan semakin membaik sebab emisi gas karbon dari kendaraan akan dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk fotosintesis di daun.
#4. Memperbaiki Kondisi Ekonomi Masyarakat
Tidak hanya terhadap lingkungan saja, jika dikaji secara ekonomi maka urban farming ini ternyata mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat kota.
Penelitian yang dilakukan oleh Nuhfil Hanani A.R yang berjudul Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota (2009) menunjukkan bahwa di Amerika pertanian kota mempunyai peranan dalam pengurangan kemiskinan, kerawanan pangan dan mengatasi permasalahan sampah. Bahkan, dengan aksi nyata urban farming dapat berhemat dengan menanam tanaman pangan di rumah sendiri.
#5. Mengurangi Sampah Rumah Tangga (Sampah Plastik)
Dengan melakukan urban farming di sekitar rumah, maka tentu saja kita sudah ikut serta dalam pengurangan penggunaan sampah plastik yang biasanya akan kita dapatkan ketika berbelanja di warung atau supermarket.
Dengan urban farming, maka kita bisa memetik hasil panen secara langsung di kebun samping rumah, jadi tidak perlu repot pakai plastik lagi untuk membungkus layaknya ketika kita berbelanja di warung atau supermarket.
#6. Cara Kerjanya Fleksibel, Lahan Sempit Pun Bisa Memulai Urban Farming
Tidak perlu khawatir bagi kamu yang punya lahan sempit. Meskipun lahan di rumahmu sempit, tidak ada salahnya untuk memulai aksi urban farming.
Kamu bisa menanam selada, kangkung, sawi, cabai, tomat, jahe, kencur dengan menggunakan wadah plastik bekas bungkus deterjen, botol-botol kemasan plastik bekas, atau dengan polybag bekas.

Jika memungkinkan, kamu bisa menggunakan teknik bercocok tanam secara vertikultur, hidroponik maupun aeroponik karena alatnya ini bisa digunakan berkali-kali dan lebih ramah lingkungan.
Aksi Nyata Saya Dalam Melakukan Urban Farming
Menurut pemaparan narasumber Widyanti Yuliandari yang merupakan seorang blogger saat melakukan siaran langsung via chanel youtube Berita KBR pada Jumat, 14 Agustus 2020 lalu, mengingatkan kepada seluruh blogger agar tetap melakukan pelestarian lingkungan, salah satunya misalnya dengan membatasi mengonsumsi minuman kemasan dan menggunakan botol minum tumbler dan menulis artikel tentang pelestarian lingkungan di blog yang dimiliki.
Sebagai seorang blogger saya juga mempunyai tanggungjawab moral terhadap pelestarian lingkungan dimana saya tinggal. Saya harus bisa melakukan aksi nyata dalam penyelamatan bumi dari pemanasan global. Walaupun aksi yang saya lakukan masih tergolong kecil, namun sudah saya praktekkan dari rumah.
Dalam hal ini, aksi yang saya lakukan adalah berkebun di sekitar rumah. Karena dengan berkebun saya merasakan bahwa rumah saya semakin sejuk dan tidak panas saat siang maupun sore hari. Jadi saya berkebun labu putih serta tanaman jahe dengan menggunakan plastik polybag yang dulunya pernah saya pakai untuk menanam cabai maupun tomat.

Keuntungan bercocok tanam di lahan sempit dengan polybag karena plastik polybag ini bisa digunakan berkali-kali, jadi lebih ramah lingkungan. Misalnya nih, jika saya sudah selesai menanam cabai dengan wadah polybag A, maka selanjutnya saya akan menggunakan polybag A tersebut untuk menanam tomat, atau jenis tanaman lainnya. Saya lebih suka jika wadah polybag bekas tersebut saya gunakan untuk menanam jahe. Sebab, tanaman jahe akan mudah tumbuh dan berkembang jika ditanam di media tanah bekas bakaran yang dimasukkan dalam wadah polybag. Tanaman jahe tergolong mudah ditanam, praktis, dan mudah tumbuh dengan media tanam apapun (tidak manja).
Adapun jumlah bibit jahe yang saya tanaman lumayan banyak, bisalah lebih dari 30 pohon dan akan terus saya tambah. Karena selain membantu mengurangi pemanasan global, saya juga ternyata punya tanaman apotek hidup. Misalnya pada saat daya tahan tubuh turun (meriang), maka saya bisa ambil rimpang jahe lalu saya buat menjadi minuman (obat).
Jadi dengan begitu, selain saya melakukan aksi nyata untuk pencegahan global warming, saya juga peduli dengan kondisi diri sendiri dalam hal kesehatan.
Nah, bagi teman-teman yang mau memulai aksi urban farming, berikut ini tips dari saya yang bisa dicoba:
#1. Pilihlah Lokasi Penanaman yang Tepat
Walaupun lahan di sekitar rumah saya yang tergolong sempit, maka saya tetap bisa mencoba menanam berbagai macam jenis tanaman. Pada umumnya saya menanamnya di wadah polybag dengan diisi tanah bekas pembakaran sisa-sisa sampah dedaunan. Dengan begitu, maka besar kemungkinan tanaman akan cepat subur.
#2 Lakukan Penyiraman dan Pengairan yang Terencana
Untuk menunjang tumbuh kembang tanaman yang dibudidaya, maka kita bisa melakukan penyiraman dan pengairan. Penyiraman dilakukan untuk tanaman yang ditanam di media tanah. Namun, untuk sistem hidroponik biasanya sejumlah nutrien, obat serta hormon sudah dialirkan melalui larutan pada masing-masing tanaman melalui pipa-pipa/paralon yang saling terhubung satu sama lainnya.
#3 Gunakan Metode Urban Farming yang Tepat
Metode urban farming yang dapat diterapkan oleh masyarakat kota misalnya dengan bercocok tanam secara vertikultur, hidroponik, aeroponik. Vertikultur bisa memanfaatkan paralon bekas, botol atau plastik bekas yang tidak terpakai. Hidroponik dan aeroponik juga terkenal ramah lingkungan sebab meminimalisir penggunaan pestisida yang menjadi sumber pencemaran air, tanah dan udara.
#4 Kelolalah Sampah Rumah Tangga Menjadi Pupuk
Sampah-sampah rumah tangga yang sifatnya organik sangat mudah sekali dijadikan sebagai pupuk kompos. Misalnya, sisa-sisa kulit pisang, tangkai buah, batang-batang sayuran seperti bayam yang tidak terpakai sebaiknya dijadikan pupuk kompos dengan cara difermentasi dan dibiarkan membusuk hingga jadi pupuk yang matang siap pakai.
Nah, pupuk organik yang sudah matang tersebut bisa dijadikan sebagai penyubur tanaman di sekitar kebun rumah kita.
#5 Kenali Jenis Tanaman yang Cocok Untuk Urban Farming
Tanaman yang cocok untuk diterapkan dalam urban farming misalnya adalah cabai, kangkung, pakcoy, sawi, tomat, selada, tanaman mint, jahe, serta tanaman apotek hidup lainnya.
Nah, jika teman-teman sudah mengetahui konsep bercocok tanam melalui urban farming, maka tidak ada salahnya untuk segera mencoba di rumah masing-masing. Sebab ini merupakan aksi nyata yang harus kita buktikan untuk keselamatan bumi yang kita huni.
Penutup:
Urban farming yang terkenal mudah dan murah dalam penerapannya sudah semestinya menjadi ujung tombak dalam meminimalisir efek global warming yang membahayakan lingkungan dan makhluk yang tinggal di bumi. Konsepnya yang sederhana ini ternyata mempunyai pengaruh besar dalam peremajaan perkotaan yang menjadi aktor utama terjadinya global warming.
Sudah semestinya masyarakat harus menjadikan urban farming sebagai gaya hidup, sarana rekreasi, dan hobi. Jika tidak, maka anak cucu kita kelak tidak akan merasakan apa yang sudah ada saat ini. Jangan sampai apa yang sudah alam berikan pada hari ini, maka lambat laun akan menghilang ditelan global warming. Mulailah dari hal kecil dan sederhana ini tapi memberikan efek luar biasa bagi diri pribadi dan bumi yang kita huni.
Sumber Referensi:
(1). Azanella, Luthfia Ayu. 2018. Butuh Waktu Lama bagi Bumi untuk Mengurai Sampah dan Plastik. Tersedia secara online di situs website https://sains.kompas.com/read/2018/11/21/174018423/butuh-waktu-lama-bagi-bumi-untuk-mengurai-sampah-dan-plastik?page=all. Diakses pada hari Selasa, 25 Agustus 2020, pukul 23:08 WIB.
(2). Nuhfil Hanani A.R. 2009. Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota. Tersedia secara online di situs website http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2009/02/ketahanan-pangan-dan-pertanian-nuhfil-compatibility-mode.pdf. Diakses pada hari Selasa, 25 Agustus 2020, pukul 09:34 WIB.
(3). Trowsdale, Alison, dkk. 2017. Tujuh Diagram yang Menjelaskan Polusi Plastik yang Perlu Anda Ketahui. Tersedia secara online di situs https://www.bbc.com/indonesia/majalah-42309772. Diakses pada hari Senin, 24 Agustus 2020, pukul 22:41 WIB.
(4). Olah grafis dan gambar oleh Wahid Priyono. Gambar pendukung di screen shoot dari website Universitas Airlangga, National Geographic, Indonesiabaik.id, dan Kompas.com.
(6). Siaran langsung via youtube KBR Indonesia dengan topik pembicaraan “Suara Kita Tentang Perubahan Iklim” bersama narasumber Widyanti Yuliandari, Davina Veronika, Zul Karnedi, Mubariq Ahmad, dan Siti Hairul.